Simbiosis Mutualisme (Hubungan Budaya dan Agama) - MAJALAH LAPER (Laskar Pemuda Berpikir)
Headlines News :
Home » » Simbiosis Mutualisme (Hubungan Budaya dan Agama)

Simbiosis Mutualisme (Hubungan Budaya dan Agama)


Oleh: Yusri Sasaky
Agama dan budaya memang merupakan salah satu tema yang sejak dahulu sering diperdebatkan dan didiskusikan. Mulai dari hubungan bagaimana sejarah muncul keduanya, dan bahkan, sampai kepada sejauh mana keduanya itu saling mempengaruhi.
 Untuk mengetahui semua itu maka terlebih dahulu kita harus mengkaji dan meneliti definisi agama dan budaya, setelah itu barulah kita akan mengetahui bagaimana hubungan keduanya.
Pertama adalah agama.  Agama secara bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata ”a” berarti tidak dan “gama” berarti kacau. Ada juga beberapa orang yang mengartikan kata-kata agama dengan “menegakkan”, karena dianggap kata tersebut berasal dari bahasa Arab “aqoma”. Tetapi, arti demikian belum tentu dapat dibenarkan. Marilah kita bandingkan dengan pendapat yang lain. Yaitu pendapat yang menyatakan bahwa “agama” adalah kata-kata yang paralel dengan yang terdapat dalam kata majemuk yang menjadi nama kitab berbahasa Jawa Kuna seperti “Negara Kertagama”. Kata itu mengandung arti peraturan-peraturan tentang kemakmuran negara. Dilihat dari pengertian tersebut, maka kita lebih cenderung untuk menerima arti letterlik dari “agama” sebagai peraturan (tata cara), bukannya berasal dari bahasa Arab “aqoma” yang berarti menegakkan.
Jika ditelusuri secara historis, maka agama sudah setua sejarah manusia itu sendiri. Karena menurut The New Encyclopaedia Britannica “Sejauh yang telah ditemukan para sarjana, tidak pernah ada orang dimanapun dan kapanpun yang sama sekali tidak beragama”. Orang-orang Eksimo di Kutub Utara yang beku, orang Nomad (pengembara) di Gurun Sahara, penduduk kota-kota metropolitan seperti Jakarta maupun dibelahan dunia lainnya semuanya itu mempunyai Tuhan yang tata cara penyembahannya berbeda-beda sesuai dengan aturan-aturan yang telah yang ditetapkan.
Penelitian tentang asal-usul dan perkembangan agama merupakan bidang yang relatif baru. Selama berabad-abad, sedikit banyak orang hanya menerima tradisi agama yang mereka peroleh sejak lahir dan dengan itu mereka dibesarkan. Kebanyakan manusia puas dengan penjelasan yang disampaikan oleh nenek moyang mereka dan merasa bahwa agama itulah yang paling benar. Namun abad ke-19, keadaan mulai berubah. Teori evolusi mulai meluas dikalangan para cendikiawan. Hal itu, sejalan dengan penilitian ilmiah sehingga banyak orang yang mempertanyakan sistem-sistem yang sudah ada termasuk agama. Menyadari terbatasnya petunjuk yang dapat mereka peroleh dari agama yang sudah ada, berapa sarjana beralih kepada peninggalan-peninggalan dari peradaban awal atau tempat-tempat orang yang masih hidup primitif. Mereka mencoba untuk menerapkan metode psikologi, sosiologi dan antropologi. Tetapi ternyata hasilnya berbeda antara ilmuan yang satu dengan yang lain.
Kedua adalah masalah budaya, masalah definisi dari budaya ini banyak pendapat para ahli yang akan saya kutip, diantaranya:
1.      Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.
2.      Menurut Ki Hadjar Dewantara Kebudayaan adalah "sesuatu" yang
berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara kolektif.
3.      Budaya menurut Selo Soemardjan dan soelaiman soemardi adalah semua hasil harya, rasa, dan cipta masyarakat.          
Dari definisi yang dipaparkan oleh para ahli tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa budaya adalah berasal dari masyarakat dan diaplikasikan dalam masyarakat tersebut. Selain itu budaya juga mempunyai beberapa sifat yaitu Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia, Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya dan Budaya mencakup aturan-aturan yang berisi kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, dilarang dan diijinkan.
Setelah kita mengetahui tentang agama dan budaya maka selanjutnya adalah bagaimana hubungan keduanya dalam kehidupan bermasyarakat. Terdapat hubungan yang sangat erat antara kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami jikalau perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama. Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengarui. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan. Seperti dalam hal hubungannya dengan manusia atau lebih dikenal dengan hablum min an-nas. Hablum min an-nas adalah tatacara bergaul (muamalat) dalam bermasyarakat. Budaya juga mempengaruhi cara kerja agama agar lebih cepat sampai kepada tujuan. Seperti ketika lebaran maka orang baramai-ramai untuk membuat ketupat, padahal ketupat ini tidak ada dalam aturan agama tetapi karena budaya membuat ketupat ini sudah menjadi ciri khas dari lebaran khususnya di Indonesia maka ada semacam dorongan untuk memperingati hari lebaran itu dengan membuat ketupat, ini sedikit contoh kebudayaan mempengaruhi agama.
Lalu bagaimana dengan agama yang mempengaruhi kebudayaan? Hal ini bisa kita contohkan ketika seseorang berpindah agama cara berfikir dan cara hidupnya dapat berubah secara signifikan. Dapat dilihat seseorang yang beragama Kristen pindah menjadi agama Islam maka pandangan hidupnya akan berubah pula, contohnya cara pandang mareka dalam berpakaian ketika mereka beragama Kristen cara berpakain mereka kurang menutup aurat tetapi ketika mereka telah beragam Islam cara berpakaian mereka menutup aurat.
Demikianlah hubungan agama dan budaya, keduanya tidak saling bertentangan bahkan justru saling menguntungkan satu sama lain (simbiosis mutualisme). Lalu sering terjadi perdebatan dikalangan kaum intelektual mengenai apakah agama adalah produk budaya? Untuk menjawab pertanyaan seputar itu saya tertarik untuk mengutip pendapat M. Arifin dalam bukunya Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Beliau menulis “Bila kita lihat dari segi bentuknya, maka agama dapat dipandang sebagai kebudayaan batin manusia yang mengandung psikologis yang mempengaruhi jalan hidup manusia. Sedangkan apabila dilihat dari segi isinya, maka agama adalah ajaran atau wahyu Tuhan yang dengan sendirinya tak dapat dikategorikan sebagai kebudayan”. Dari pendapat ini jelaslah bahwa agama bukan sepenuhnya produk budaya karena dalam agama terdapat dua hal yaitu bentuk dan isi dari sebuah agama itu.






Share this article :
 
Support : Remaja Kreatif | Laper | Fak.Ushuluddin
Copyright © 2011. MAJALAH LAPER (Laskar Pemuda Berpikir) - All Rights Reserved
Design by Order Website Murah
Proudly powered by meva